Jakarta memang membuat orang bisa buta lingkungan. Jika tidak sibuk merutuk karena terjebak macet dan menatap terus bumper mobil, maka orang memacu kendaraan ketika jalan lengang. Akibatnya jarang melihat kiri kanan jalan.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasution sebelumnya adalah kediaman keluarga Jenderal Besar AH Nasution sejak menjadi KSAD pada 1949, kurang dari 2 tahun setelah sebelumnya diangkat sebagai Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Soedirman).
Patung dada diapit sepasang vas bunga menyambut di pintu masuk Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, sesaat setelah pintunya dibuka oleh petugas dari Dinas Sejarah TNI AD.
Tulisannya berbunyi: “Korban kebiadaban G 30 S/PKI yang mengakibatkan tewasnya putri tercinta Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya Lettu CZI Piere Tendean”.
“Negarawan sejati yang berkomitmen menentang faham komunis tumbuh subur di bumi Indonesia”
“Cendekiawan militer, peletak dasar perang rakyat semesta dan prajurit sejati yang selalu menjaga kemurnian Pancasila dan keutuhan NKRI”
“Negarawan sejati yang berkomitmen menentang faham komunis tumbuh subur di bumi Indonesia”
“Cendekiawan militer, peletak dasar perang rakyat semesta dan prajurit sejati yang selalu menjaga kemurnian Pancasila dan keutuhan NKRI”
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasution dengan patung utuh AH Nasution, demikian ia sering disebut, tengah bekerja di meja kesayangannya. Buku-buku koleksinya tampak tersusun rapi dalam lemari dinding.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasution juga memperlihatkan posisi Pasukan Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden Soekarno, dalam ukuran dan seragam sebenarnya saat menyerbu ke dalam rumah.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasution juga memberi kesempatan kepada pengunjung untuk melihat kamar tidur Jenderal AH Nasution.
Petugas jaga menceritakan bahwa malam itu Ade Irma tidur di kamar ini, diapit Pak dan Ibu Nas (Ibu Johanna Sunarti). Ketika keduanya terbangun saat subuh karena hendak membunuh nyamuk, terdengar suara gedoran pintu depan. Saat Ibu Nas membuka pintu kamar, Pasukan Cakrabirawa telah berada di pintu depan siap menembakkan senapan, maka buru-buru Ibu Nas mengunci pintu kamar.
Pasukan Cakrabirawa berusaha masuk ke dalam kamar, menembakkan senapan menembus pintu kamar, namun beruntung tidak ada yang terkena. Bekas-bekas proyektilnya masih bisa dilihat pada ruangan ini. Ade Irma terbangun karena mendengar suara tembakan.
Jenderal Nasution akhirnya bersedia kabur melalui pintu samping, melompati tembok, dan terjatuh di rumah sebelah milik Kedutaan Irak. Ketika mengantar Jenderal Nasution, Ade Irma diserahkan Ibu Nas kepada adiknya yang tidur di kamar sebelah bersama Ibunda Jenderal Nasution. Mereka terbangun dan masuk ke kamar Jenderal Nasution melalui pintu tembus.
Mendengar teriakan dan gedoran pintu, karena panik sang tante sambil menggendong Ade Irma justru membuka pintu kamar, dan saat itulah salah seorang anggota Pasukan Cakrabirawa menembakkan senapan dan mengenai Ade Irma dari jarak dekat.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasutionmemperlihatkan situasi saat Jenderal Nasution melompati tembok, dan Ibu Nas menggendong Ade Irma yang terluka berat akibat tertembak.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution telah mengalami perbaikan sebelum diresmikan menjadi museum. Salah satunya adalah tembok samping sedikit lebih tinggi dari aslinya, demikian juga lantainya. Rumah sebelah sampai saat ini masih dimiliki Kedutaan Irak.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasution memajang mobil Volvo dengan lima bintang dan nomor 02-00, hadiah saat AH Nasution dianugerahi pangkat Jenderal Besar.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Abdul Haris Nasutionmemperlihatkan situasi saat Ibu Nas menghadapi Pasukan Cakrabirawa sambil menggendong Ade, setelah gagal menelepon Mayjen Umar Wirahadikusumah, Komandan Garnisun Jakarta.
Ibu Nas dengan berani berkata: “Kamu datang kesini hanya untuk membunuh anak saya?!!” Salah satu anggota Pasukan Cakrabirawa dengan kasar berkata “Mana Nasution?!”, dan dihardik keras oleh Ibu Nas: “BAPAK NASUTION!!!” Disahut: “Dimana dia?”, dan dijawab: “Dia tidak ada. Dia sedang ke Bandung dari 2 hari yang lalu”.
Adalah ditangkapnya ajudan Jenderal Nasution, Pierre Tendean, membuat Pasukan Cakrabirawa meninggalkan rumah, karena menyangka telah menangkap Jenderal Nasution. Pierre Tendean kemudian tewas dibunuh di Lubang Buaya.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution juga menyimpan benda-benda koleksi pribadi milik AH Nasution pada salah satu ruangan museum.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasutionmemasang patung utuh Jenderal Nasution di halaman depan rumah, diapit sepasang meriam.
Ade Irma meninggal di RS Gator Subroto setelah dirawat enam hari. Ia dimakamkan di TPU Blok P Petogogan, Jakarta Selatan. Makamnya sempat akan tergusur, namun kini dijadikan monumen dalam kompleks Kantor Walikota Jakarta Selatan.
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution meninggal 6 September 2000 dalam usia 81 tahun, dan Ibu Johanna Sunarti meninggal 23 Maret 2010 dalam usia 87 tahun. Keduanya dimakamkan berdampingan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution
Museum Jenderal AH Nasution
Jalan Teuku Umar 40, Menteng, Jakarta Pusat
Telp.: (021) 314 1975, Faks.: (021) 3192 5084
Jam buka: Selasa-Minggu, pukul 08.00-14.00 WIB
Tiket masuk: gratis
Jalan Teuku Umar 40, Menteng, Jakarta Pusat
Telp.: (021) 314 1975, Faks.: (021) 3192 5084
Jam buka: Selasa-Minggu, pukul 08.00-14.00 WIB
Tiket masuk: gratis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar